Kedekatannya dengan dunia anak membuat dia begitu dikenal sebagai sahabat dan pendidik anak-anak. Namun, tidak banyak yang tahu, kalau peraih The Outstanding Young Person Of The World 1987 ini pernah melalui getirnya hidup menjadi pembantu rumah tangga, tukang batu, dan tukang semir sepatu di Blok M. Tapi kini, ia menjadi Ketua Komnas Perlindungan Anak (KPA)
Ya, ia adalah Seto Mulyadi yang kemudian dikenal sebagai Kak Seto. Melihat besarnya kiprah pria kelahiran Klaten, Jawa Tengah, 28 Agustus 1951 ini dalam upaya memperhatikan dunia anak-anak dan interaksi dengan guru, PD PGRI Limapuluh Kota dengan dukungan penuh dari Zadry Hamzah, salah seorang tokoh pendidikan yang juga mantan Sekkab Limapuluh Kota menghadirkan Kak Seto di Payakumbuh, Kamis (26/3) siang. Melalui seminar sehari dengan tema ”Sukses dan Profesional Sebagai Pendidik Untuk Implementasikan UU Nomor 32 tahun 2002 tentang Perlindungan Anak”.
Respons masyarakat terlihat sangat besar. Tidak tanggung-tanggung, dari 600 kursi yang disediakan panitia, ternyata membeludak hingga 1.300 orang. Walau kepada peserta dipungut biaya, namun terlihat untuk jumpa dan mendengar pengalaman Kak Seto, persoalan biaya tidak menjadi persoalan. Puluhan guru-guru dari Kecamatan Kapur IX, negeri paling ujung di Limapuluh Kota yang juga berbatasan dengan Kabupaten Kampar di Riau, ”memaksakan” diri untuk hadir. Ikut hadir dalam seminar itu, Wabup Limapuluh Kota yang sekaligus membuka acara tersebut.
Menurut Kak Seto, anak-anak harus mendapatkan perlindungan dari segala sisi. Kecuali dari orangtua, melihat waktu anak-anak sebagian besar berada di bawah asuhan guru di sekolah, maka guru juga harus memiliki pengetahuan dan pengalaman tentang pentingnya perlindungan anak. ”Seorang anak bisa menjadi baik, tergantung pada sejauh mana guru bisa membimbing mereka. Karena itu, ratusan anak yang kelak akan menjadi pemimpin penerus bangsa, sangat tergantung pada kemampuan guru. Tidak salah kiranya, kalau kita sebut, guru adalah tauladan bangsa,” kata Seto dengan suara yang datar tapi mampu membuat panasnya GOR M Yamin Payakumbuh menjadi hening dan sejuk.
Suami Deviana, yang usianya terpaut 20 tahun itu melihat, hubungan antara guru dengan anak harus terjalin dengan rapi. ”Dalam buku saya ’Anakku, Sahabatku, dan Guruku’ yang terbit tahun 1997, di buku itu, betapa anak dapat menjadi sahabat dalam berbagi masalah. Anak juga bisa menjadi guru untuk belajar tentang kreativitas, spontanitas, kebebasan berpikir, pemaaf, tidak pendendam, dan mempunyai kasih sayang yang tulus. Karena itu, dalam membimbing, masuklah ke dalam dunia anak-anak dan jangan memaksakan diri dengan belajar dengan pola dan gaya kita,” ajak mantan Dekan Fakultas Psikologi Universitas Tarumanegara, Jakarta (1994-1997) itu.
Untuk mengantisipasi agar ia tidak disebut malaikat anak-anak itu, ia menimpali, ”Saya bukan tahu segala hal tentang anak-anak, tapi berusaha untuk tahu tentang mereka. Untuk itu, saya memiliki senjata rendah hati, tidak pernah merasa paling berkuasa di keluarga, menghormati mereka sehingga mereka terbuka kepada saya,” pungkasnya. Seto yang mempunyai motto: bangsa yang besar adalah bangsa yang mencintai anak-anak ini berharap supaya semua orang menganggap setiap hari adalah hari anak. ”Bukan cuma tanggal 23 Juli saja, tapi setiap hari adalah hari untuk anak,” ujar Seto. ”Sehingga anak-anak Indonesia sekarang, apalagi yang terpinggirkan, bisa memperoleh hak-haknya sehingga mereka bisa tumbuh dan berkembang dengan baik dan menjadi putra-putri bangsa yang terbaik untuk bangsanya,” demikian Seto Mulyadi
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar