Jika pertanyaan judul di atas jawabnya ya, maka bung jangan hanya mengandalkan ambisi, kemampuan teknis, dikenal atau punya canel. Jangan ! Sebab,bilamana tidak punya uang, ambisi itu bisa jadi penyakit ! Karena dalam Pilkada---bagaimana pun---uang akan berperan penting dan menjadi kunci bisa atau tidak memenangi Pilkada.
Kenapa menjadi salah satu syarat mutlak ? Yaaa, untuk jadi bakal calon saja, harus punya uang ! Berapa ? Jumlahnya tidak sedikit, karena angkanya tujuh digit !
Berapa jumlah minimal dibutuhkan untuk menjadi gubernur atau bupati ? Untuk gubernur, minimal Rp. 7 miliar ( 7 M ) dan bupati, paling tidak Rp.3 miliar. Waaah ! Heh ! Lai ado pitih sabanyak tu, ngku ?
Jangan kaget. Jumlah itu, memang jauh lebih besar jika dibandingkan pemilihan lewat lembaga rakyat ( DPRD ). Dalam Pilkada secara langsung, biaya yang dikeluarkan bakal calon( Balon) atau calon, jauh lebih mahal dibanding pemilihan lewat legislatif.
Tahukah Anda, kalau tempo doeloe, kandidat hanya memikirkan nasib anggota dewan terhormat, fraksi atau partai. Intinya, cukup memikirkan 40-an orang, semua selesai.Tiap suara misalnya, hanya Rp. 50 juta. Dana yang dikeluarkan maksimal Rp. 1,5 miliar. Kalau pun lebih, tidak seperti dana yang harus disediakan saat sekarang.
Kenapa minimal Rp. 7 M ? Untuk kendaraan politik saja harus bersaing dengan kandidat lain. Konon, satu kendaraan butuh uang jasa minimal Rp.500 juta.Belum lagi untuk petinggi, sampai pada orang dalam yang berjasa. Misalnya penghubung. Jumlah untuk personal rahasia itu, bisa mencapai Rp. 500 juta.Karena ada sekian nama masuk daftar uang jasa.
Kendaraan opini juga butuh dana besar. Ini kunci untuk mempromosikan atau mengenalkan kandidat.Kendaraan opini ini, bukan saja media masa,tetapi juga brosur, kalender, poster dan macam-macam bersipat promosi. Untuk sektor ini, setidaknya butuh dana Rp. 250 juta.
Berapa TPS? Satu TPS satu saksi. Maka, kalau seorang saksi dengan honor Rp.100.000, minimal butuh dana Rp. 200 juta. Bagaimana kalau saksi lebih banyak ?
Tim sukses, akan menyerap dana sangat besar. Umpamakan tim sukses terorganisasi secara rapi dan berstruktur, akan menghabiskan dana Rp. 400 juta. Kalau pakai kantor segala, bisa membengkak jadi Rp.500 juta, termasuk kendaraan.
Belum lagi dana pembuatan atribut. Misalnya kaos atau selendang. Dana untuk bidang ini minimal Rp. 250 juta. Sementara untuk alkal butuh dana Rp.50 juta, tentu dalam jumlah minimal.
Agar kandidat bisa lebih dikenal dan masyarakat pemilih termotivasi memberikan suara, diperlukan tim perekrut aspirasi. Tiap nagari minmimal satu orang. Berapa dana dibutuhkan ? Jangan harap akan kurang dari Rp. 200 juta. Itu sudah termasuk perekrutan tokoh-tokoh di daerah, baik jorong, nagari mau pun kecamatan. Dan termasuk transportasi ke daerah.
Biaya ini itu, misalnya untuk ngopi psilogis---semacam pedekate---, memerlukan dana Rp. 100 juta. termasuk untuk bantuan ini itu. Perlukah biaya anu ? Ya. Bisa saja Rp. 50 juta.
Bukankah mencapai Rp 3 miliar ? Umpamakan pengeluaran tidak sebanyak itu, OK. Ambil saja 50 persen. Itu artinya Rp 1,5 miliar. Atau dikuduang duo lagi menjadi Rp.750 juta. Untuk jabatan politis butuh dana sebanyak itu ? Kalau dibalikan karupuak jangek, bara truk tu ? Bara truk sanjai tu ? Hehehehe
Artinya, untuk maju menjadi calon diperlukan dana sangat tidak sedikit. Itu untuk pra sampai hari H. Kalau meraih suara terbanyak dan meraih jabatan ( sebagai bupati atau walikota ) akan ada selamatan dan pemberian pitih tarimokasih pada tim sukses.Jumlahnya ? Yaaaa, sapuro gadang lo mah !
Kalau minimal butuh dana Rp.750 juta untuk jadi walikota atau bupati, kenapa seseorang mau ? Kalau menang,okelah bisa dikompensasikan. Kalau kalah? Selama ini, adakah calon kalah jadi senewen, stress atau kanai salai ? Antahlah yuang! Hehehe !
Kalau seseorang calon yang mengeluarkan dana minimal Rp.750 juta sampai Rp1 miliar terpilih jadi walikota atau bupati, apa ia indak ka bapikia untuak mambaliakan modal itu selama menjabat ?
Apa memang ada seseorang mau menghabiskan uang, menguras energi dan mengorban ini itu untuk jadi walikota atau bupati demi pengabdian ? Demi membangun ? Ahk, duto se tu nyoh,ngku! Pasti ada kompensasi material atau konsekuensi logisnya !
Kalau uang jadi syarat mutlak, lalu, kenapa tempo doeloe Gamawan Fauzi dan Marlis Rahman ( Dikenal dengan inisial Gamma ) bisa menang ? rajo imbang
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar